Senin, 26 Juli 2010

Rahasia Dapur dan Masakan Ibu

Ibu adalah sahabatku yang baik. Ia tidak pernah menyuruhku untuk menemaninya di dapur. Yang diharapkan olehnya dariku yaitu; untuk selalu semangat belajar, sehingga menjadi anak yang pandai; dan aku menuruti saja perkataan ibu tanpa banyak bertanya apalagi membantah. Yang ku tahu, anak yang baik adalah anak yang patuh dan menuruti perkataan ibu. Dan aku berusaha membuktikan menjadi anak yang baik di mata ibu.
Semakin bertambahnya umur, aku pun ingin seperti ibu; khususnya dalam urusan dapur. Berawal dari pertanyaan sederhana; Mengapa ibu selalu bisa membuat masakan yang enak?; dan kenapa ibu bisa membagi waktunya dengan baik antara bekerja dan mengurusi rumah tangga; apalagi setelah ayahku sakit dan harus pensiun dari tempatnya bekerjanya, otomatis tulang punggung keluarga berada dalam gendongan ibu sendiri. Sedangkan aku dan adik-adikku masih sekolah semua. Namun, beban yang berat itu mampu disimpan rapat-rapat oleh ibu. Dimana ia menyimpan perasaan itu?, sedangkan sinar mata yang teduh selalu menghiasi hari demi hari dan tanpa sekalipun menunjukkan rasa lelah. Banyak pertanyaan yang bermunculan di kepalaku, dan semakin hari semakin banyak…
Semakin aku kagum, akupun secara diam-diam mengamati aktifitas ibu ketika dirumah, seusai beliau pulang dari tempat kerjanya. Aktifitas ketika di dalam, di halaman, dan di sekitar rumah. Apa yang dikerjakannya menjadi perhatianku. Dan aku pun mulai membantu sedikit demi sedikit, walaupun ibu tak pernah memintaku untuk membantu pekerjaannya. Hingga sampai ada sesuatu yang lain ketika beliau berada di dapur. Ya, di dapur adalah tempat ia betah berlama-lama, selain di ruangan tempat khusus untuk sholat.
Setelah kupikir-pikir, betul juga; dari dapurlah aku, adik-adikku, dan orang tuaku biasa berkumpul ketika waktu makan tiba. Sambil membicarakan apa saja dalam suasa santai, atau dengan nonton teve. Aktifitas berkumpul dalam suasana santai inilah, yang menjadi pintu terbuka segala keluh kesahku, atau cerita kejadian lucu di sekolah adekku. Semua bisa di bicarakan; sehingga kami pun merasa lega, dan saling mengenal satu sama lain secara alamiah. Masakan ibu dan dapur itulah kuncinya.
Naluri belajar hal yang berhubungan dengan dapur pun semakin kuat. Ya, aku harus bisa memasak seperti ibu. Mula-mula aku Cuma menemaninya; melihat apa yang dikerjakan ibu. Kemudian memegang pisau, menyiapkan bumbu, mempelajari takarannya, dan seterusnya. Sedikit demi sedikit aku mengerti dan mampu menyuguhkan masakan yang mirip-mirip bila di bandingkan dengan masakan ibu; dari model, fariasi dan rasa masakan, sehingga tidak terasa membosankan. Bahkan kemampuan ini aku rasa semakin berkembang ketika aku belajar di jogja.
Cita-cita dari semua masakan adalah pencapaian kenikmatan rasa. Entah masakan dimodel seperti apa, dimodifikasi hingga menjadi apa, sehingga mata dan hidung tersandra untuk mencicipi; pada akhirnya rasalah yang menjadi jurinya. Memang sih, takaran rasa berbeda-beda dan selera tidak bisa diperdebatkan.
Yang menjadi alasan aku menulis catatan ini adalah: mengapa rasa masakanku di hari itu tidak sesuai dengan yang kuharapkan. Seolah pengalaman, pertimbangan rasional, dan naluri yang pernah kupelajari dari ibu menjadi hilang. Ini yang salah cara memasakku atau ada yang salah di lidahku? Atau ada faktor lain; apakah faktor itu ibu..?
Apakah ibu juga pernah mengalami yang seperti ini? Jika pernah bagaimana itu bisa terjadi, dan bagaimana cara mengatasinya?
Ibu masih banyakkah pelajaran yang belum kau sampaikan kepadaku?
Atau pelajaran yang belum mampu ku pahami darimu?
Ibu, aku ingin seperti ibu, cukup dengan masakan, mampu membuat kami semua berkumpul, tersenyum, bercerita dengan aman kepadamu. Dan tentu saja mampu menyuguhkan makanan lezat untuk kekasihku itu.

Samitalona 27.01.10

Wangsit Piala Dunia.

Waka-waka Piala Dunia 2010 Hehe..

Setahuku aku gak pernah suka pada permainan sepak bola, bagaimana mungkin aku menyukai permainan kekanak-kanakan ini, satu bola dikejar –kejar oleh banyak orang, terus dengan susah payah berusaha memasukkan bola tersebut kedalam gawang. Kasihan banget seh mereka semua, coba kalau Lionel Messi atau Cristiano Ronaldo dan Klose mau maen kerumahku, akan ku belikan masing-masing tiga buah bola, biar bola yang pertama dielus-elus, yang kedua krakoti, yang ketiga baru ditendang-tendang sampai puas, sekalian gawangnya tak kasih satu orang satu, biar bisa nge golin sampai 3000 gol hingga mereka semua gembira. Namun pastinya mereka tak akan setuju; karena dengan hal-hal yang bersifat kekanak-kanakan itulah manusia dapat menikmati hidupnya.
Begitu juga dengan sahabat kiri-kananku, hampir sebulan ini topik pembicaraannya terfokus pada perhelatan piala dunia. Mereka pilih tim jagoannya, kemudian taruhan ditiap pertandingan. Katanya sih biar tambah gayeng, dan setahuku gak banyak taruhan mereka, paling nraktir makan atau sebungkus rokok, maklumlah mereka penjudi kelas teri. Akhirnya aku pun tak luput dari bujuk rayu mereka, untuk memilih satu tim yang digadang menjadi juara piala dunia kali ini. karena keterbatasan wacana tentang bola, aku meminta rekomendasi kakakku yang juga penggemar bola, kemudian ia membalas sms dan bilang untuk PD ini jagoin tim Spanyol, padahal yang kuingat dia sejak dulu penggemar tim Belanda, karena aku ingat banyak pernak-pernik tim Belanda dikamarnya, aku ingat poster Nistelroy, dan yang belum lama dia beli Arjen Roben dan kaos bertuliskan Van Persie… (ah gak penting amat).
Memang beruntung banget diriku untuk tidak terpelosok untuk jagoin tim rekomendasi kakakku, lha permasalahannya, tim tadi (Spanyol red.) sudah dipilih oleh salah satu teman, dan artinya sudah tidak bisa dipilih lagi. Yaudah jadinya bebas deh. Ketika disaranin untuk milih tim yang lain, dengan mudahnya kupilih tim Indonesia, namun sayang… kata temenku “maap put, Indonesia belum masuk piala dunia”. Haha, untung temenku tahu kalau aku gak suka sepak bola.

Wangsit, Wasit ikutan bermain?
Tiga hari setelah itu, empat hari sebelum piala dunia dimulai, kakakku kasih kabar lagi, katanya ia baru dapat semacam wangsit dari mimpi, katanya Raksasa akan takluk oleh Uruguay. Selanjutnya ia menjagokan di group A, Uruguay sebagai calon juara, walaupun katanya lagi ia tak yakin pada kualitas tim Uruguay. Dia bilang lagi, untuk tidak cerita dulu pada siapapun, karena mimpi tersebut tidak berdasar pada rasionalitas. Aku pun menuruti saja kata2nya.
Akhirnya akupun ikut-ikutan jadi suka bola, ikutan bergadang dengan teman kos, termasuk memperhatikan keabsahan mimpi dari kakakku yang mulai berbau menyan…xixixixi. Lihat dua kali pertandingan tim Uruguay, lumayan moncer juga mimpi dari ini anak.., Dalam pikiranku, kenapa gak kupasangi taruhan saja. Kutahan hingga pertandingan ketiga, ee… tambah meyakinkan,Uruguay berhasil menjuarai group A beneran. Per 16 besar kusabarkan diri ini untuk tidak ikutan terjerumus dalam kelas teri, bukan artinya aku pengen kategori kelas kakap, atau paus. Bukan itu, tetapi setelah melihat drama Uruguay versus Ghana, kuputuskan untuk meng amini mimpi kakakku dengan taruhan beberapa rupiah, tanpa sepengetahuannya. Siapa tahu kakakku emang reinkarnasi dari Ki Ronggowarsito wakakaka.. sampai dimulainya pertandingan versus Belanda, diriku masih optimis, lima belas menit pertama pertandingan masih imbang, sampai akhirnya seorang pemain belanda kebanggaan Yogya, sayur Bronkos membuka kebuntuan dengan gol yang indah, aku masih tenang-tenang dan tetap optimis, akhirnya tak lama menjelang Forlan idola baruku, membalas dengan goal yang tak kalah indah.
Babak kedua detak jantungku lebih berdebar, tim Belanda ternyata kuat sekali yah ^^, akhirnya xixixi rupiahku melayang. Aku protes kepada kakaku, karena jagoannya mlempem.
Katanya “ Wong dari awal aku saja sangsi dengan mimpiku, kok kamunya malah percaya”.
“ Asem, benar juga yah”, Dia yang pembohong atau aku yang bodo yah????..
Nasib..nasibb…
Trus kemarin, sebelum kutulis catatan ini, kutanya lagi padanya;
“ka, kira-kira siapa pemenang final besok?”
Dengan cengesan dia mengatakan; “pemenangnya adalah tim yang memasukkan bola lebih banyak ke gawang lawan. Sedang yang kalah adalah tim yang kemasukan bola lebih banyak… hehehe.”
“Maksud adek, juara piala dunia kali ini, antara Belanda dan Spanyol?”
“Nanti kamu jadikan pasangi taruhan kan?”
“engga koq, janji deh.. Putri gak pasang taruhan lagi”
Begini dengarkan ya; “Kalau prediksi kakak, yang menjadi juara kali ini adalah negara yang mempunyai ketinggian tanah lebih rendah, dan pemain yang dipasang sebagai line-up banyak bermain di dataran rendah.
Dan itupun masih mempunyai syarat satu lagi, yaitu jika wasit yang memimpin tinggi badannya sejajar atau lebih rendah dari rata-rata pemain yang ikut masuk difinal tersebut… :P wkwkwkwk…”.
“ah, kaka itu susah kalau ditanyain, kebiasaan dech!”.
Pasti pinginnya agar aku mau belajar geografis, lalu pelajaran dari klu tinggi badan seorang wasit apa yah??

Samitalona, jogja 10-juli-2010